BREAKING NEWS

80 Tahun Merdeka, Tapi Banyak yang Masih Terjajah: Saatnya Bicara Lebih Keras demi Indonesia yang Benar-Benar Berdaulat!

Gresik || Jawa Timur – BUSERMEDIAINVESTIGASI.ID
Delapan puluh tahun Indonesia merdeka seharusnya menjadi gambaran bangsa yang matang, kuat, dan disegani. Namun fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya — masih banyak rakyat yang merasa “merdeka hanya di atas kertas”. Harga kebutuhan pokok melambung, hukum tajam ke bawah tumpul ke atas, korupsi tak ada matinya, dan pemerataan kesejahteraan hanyalah slogan di podium upacara.

Kemerdekaan bukan sebatas upacara, pawai, dan pesta rakyat. Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 seharusnya menjadi cambuk kritik: sudahkah negara benar-benar hadir untuk rakyatnya hari ini?

Para pejuang dahulu mengorbankan darah dan nyawa demi kemerdekaan, sementara kini rakyat justru harus berjuang sendirian menghadapi peliknya ekonomi, pendidikan mahal, serta keamanan sosial yang memprihatinkan.

Pasal 30 Ayat (1) UUD 1945 menegaskan, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Namun bagaimana rakyat bisa menjaga negeri, bila pemerintah sendiri terkesan lamban membersihkan “musuh dalam selimut” bernama mafia anggaran, makelar proyek, dan elit minus moral?

Logo tema kemerdekaan ke-80 tahun ini pun menjadi sorotan.
Angka “80” yang divisualkan layaknya dua mata tertutup serta lengkungan bagai mulut yang dibungkam, memunculkan tafsir keras dari masyarakat: simbol bangsa yang enggan melihat jeritan penderitaan rakyat, serta memilih diam terhadap ketidakadilan yang nyata di depan mata.

Visual ini dinilai mencerminkan kegamangan — seolah merayakan kemerdekaan tetapi kehilangan semangat keberpihakan pada wong cilik.

> “Jangan sampai logo itu menjadi gambaran batin bangsa ini — pura-pura tidak melihat sekaligus diam saat ketidakadilan terjadi. Mari kita benahi bersama. Kemerdekaan sejati adalah keberanian melihat kebenaran dan berteriak membela rakyat,” tegas Gus Aulia, SE., MM., SH., M.Ph – Ketua Presidium DPP PWDPI.

Bonus demografi bak pisau bermata dua: akan menjadi berkah bila dikelola dengan keadilan dan pemerataan, tetapi akan berubah menjadi bencana sosial jika rakyat makin kecewa dan terpinggirkan. Isu polarisasi, radikalisme halus, dan kriminalitas berbasis ekonomi mengintai masa depan bangsa.

Saatnya berhenti berkata “merayakan”, dan berani berkata “membenahi”.

Bila ingin Indonesia Emas 2045 bukan sekadar mimpi kosong, maka 80 tahun kemerdekaan ini harus menjadi momentum menyalakan kembali patriotisme kritis — keberanian mengoreksi diri, bersuara lantang walau melawan arus, dan berpihak pada suara hati nurani.

Redaksi BUSERMEDIAINVESTIGASI.ID menegaskan, kritik ini bukan bentuk kebencian terhadap negara, tetapi wujud cinta agar Indonesia tidak tenggelam dalam kemunafikan seremonial.

Kemerdekaan berarti keberanian bercermin dan bertindak. Jika bangsa ini ingin layak disebut “Indonesia Maju”, maka sudah waktunya berhenti menari di atas luka rakyat. Iyan - Gresik.

Post a Comment