Brimob dan Satpam Diduga Aniaya Wartawan, Kebebasan Pers di Banten Terancam
Banten – BUSERMEDIAINVESTIGASI.ID
Dunia pers kembali dikejutkan oleh peristiwa dugaan kekerasan terhadap dua jurnalis di wilayah Banten. Seorang oknum anggota Brimob berpakaian preman bersama seorang satpam perusahaan dilaporkan melakukan intimidasi, penganiayaan, hingga merusak peralatan kerja wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistik. Insiden ini dinilai sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Kronologi Peristiwa
Kejadian bermula saat dua wartawan, sebut saja A dan B, mendatangi sebuah perusahaan yang diduga bermasalah dalam pengelolaan limbah. Kedatangan mereka bertujuan melakukan konfirmasi resmi kepada pihak manajemen. Namun, upaya tersebut mendapat penolakan keras.
Satpam perusahaan yang berjaga melarang wartawan masuk, hingga terjadi adu argumen. Tak lama kemudian, seorang pria berpakaian preman yang mengaku anggota Brimob datang ke lokasi.
Situasi langsung memanas. Tanpa alasan jelas, keduanya diduga melakukan kekerasan fisik dan merampas alat kerja wartawan. Kamera dan ponsel rusak, sementara kedua korban mengalami luka serta trauma mendalam.
Kecaman dari Organisasi Pers
Sejumlah organisasi pers baik lokal maupun nasional mengecam keras tindakan tersebut. Mereka menilai kekerasan ini bukan hanya melukai wartawan secara pribadi, melainkan juga mencederai hak publik atas informasi.
“Jurnalis adalah pilar keempat demokrasi. Kekerasan semacam ini tidak boleh dibiarkan, apalagi jika melibatkan aparat. Polisi harus bertindak tegas,” tegas salah satu pengurus organisasi pers di Banten.
Desakan juga datang agar Kapolda Banten mengusut tuntas kasus ini, memeriksa seluruh pihak yang terlibat, dan menindak pelaku tanpa pandang bulu.
Gus Aulia Ikut Mengecam
Ketua Presidium DPP Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), Gus Aulia, SE., MM., SH, turut mengecam keras tindakan intimidasi dan penganiayaan terhadap jurnalis di Banten tersebut.
“Ini bentuk pelecehan terhadap profesi wartawan sekaligus pengkhianatan terhadap demokrasi.
Oknum aparat yang seharusnya melindungi rakyat justru melakukan kekerasan kepada insan pers. Kami mendesak Kapolri untuk turun tangan langsung agar kasus ini tidak dipetieskan,” tegas Gus Aulia.
Ia menambahkan, jika aparat yang terlibat tidak diproses secara hukum, maka akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia. “Negara harus hadir melindungi jurnalis, bukan malah membiarkan mereka diperlakukan seperti kriminal,” ujarnya.22/8/2025.
Payung Hukum yang Dilanggar
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas melindungi kebebasan pers.
• Pasal 4 ayat (2): Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
• Pasal 8: Wartawan dalam melaksanakan profesinya mendapat perlindungan hukum.
• Pasal 18 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum menghalangi tugas wartawan, dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda Rp 500 juta.
Dengan dasar hukum tersebut, tindakan intimidasi, penganiayaan, dan perusakan alat kerja wartawan merupakan pelanggaran serius dan harus diproses secara pidana.
Proses Hukum Berlanjut
Kasus ini telah dilaporkan ke pihak berwajib dan kini tengah dalam tahap penyelidikan. Keluarga korban bersama organisasi pers menuntut adanya transparansi serta keadilan. Mereka khawatir kasus akan dipetieskan karena melibatkan oknum aparat.
Ancaman Nyata terhadap Demokrasi
Peristiwa di Banten menjadi alarm keras bahwa kebebasan pers masih rawan tergerus oleh arogansi oknum aparat maupun kepentingan korporasi.
Wartawan yang bekerja sesuai kode etik dan dilindungi undang-undang tidak seharusnya menghadapi kekerasan.
Kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya masalah profesi, tetapi juga ancaman terhadap demokrasi. Publik berhak mendapatkan informasi yang jujur, berimbang, dan bebas dari tekanan. Ica - Redaksi.