Viral Hingga Kini Gajah VS Semut! Kasus Dugaan Penyerobotan Tanah oleh CitraLand Surabaya Belum Juga Tuntas: Warga dan Pengamat Desak Pemerintah Bertindak Tegas
Ahli Waris Bawa Bukti Kuat, CitraLand Dinilai Tak Kooperatif
Kasus ini bermula dari klaim Mujiono, salah satu ahli waris dari almarhum Manito P. Pudji, yang bersama empat ahli waris lainnya mengaku memiliki lahan sah seluas 4.310 meter persegi di Kelurahan Made, Kecamatan Lakarsantri, dengan dasar Petok No.428 Persil 144 kelas S-1. Lahan tersebut kini telah dikuasai oleh CitraLand dan dikembangkan menjadi kawasan Water Park dan bahkan Kantor Polsek Made.
Pada Kamis (14/06), Mujiono dan keluarganya melakukan aksi pemagaran di lahan tersebut, didampingi kuasa hukumnya, Dr. Oscar Wijaya, SH., MM. dan Fran Lutfi Rahman, SH., MH.. Aksi tersebut nyaris memicu kericuhan dan dihadang aparat keamanan yang sudah bersiaga sejak pagi, termasuk Kapolsek Lakarsantri Kompol Dwi Heri S., Danramil, dan Lurah setempat.
Kuasa hukum menyatakan bahwa pihak CitraLand telah tiga kali menjanjikan pembayaran namun tidak kunjung merealisasikannya. "Kerugian para ahli waris lebih dari Rp 100 miliar. Kalau mereka punya sertifikat resmi, kenapa masih bicara pembayaran?" tegas Fran.
Ia juga menuding Sertifikat HGB No.5686 milik CitraLand didapat dengan cara yang tidak sah. Sebaliknya, pihak ahli waris menunjukkan Petok asli yang bersih dan sesuai data Leter C desa, serta menyertakan surat resmi CitraLand tahun 2014 yang menyatakan mereka tidak memiliki lahan atas dasar Petok tersebut.
Investigasi Media dan Pernyataan Kecaman Gus Aulia
Tim investigasi yang turun langsung ke lapangan dan menemui narasumber menyatakan bahwa bukti dan legalitas kepemilikan dari para ahli waris sangat kuat.
Ketua Presidium DPP Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), Gus Aulia, SE., MM., SH., mengecam keras lambannya penanganan kasus ini:
> “Kasus ini sudah sangat lama buming sejak 2018, dan hingga kini belum juga ada penyelesaian hak maupun pelunasan kepada para ahli waris. Setelah kami kaji dan analisa langsung ke lapangan, sangat jelas tidak seharusnya sebuah PT besar mempermainkan hak rakyat kecil. Ini bentuk ketidakadilan yang nyata,” tegas Gus Aulia.
Pengamat: PT CitraLand Layak Disebut Mafia Tanah
Pengamat pertanahan Muslim Arbi juga angkat bicara keras terkait persoalan ini. Ia meminta Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk memberantas mafia tanah, khususnya yang beroperasi di Jawa Timur.
> "Salah satu pelakunya adalah PT CitraLand di Surabaya. Banyak laporan masuk dari warga yang tanahnya dikuasai secara ilegal," ujarnya.
Selain kasus Mujiono, ada juga warga bernama Darmawan, yang mengaku memiliki dua bidang tanah masing-masing 2.300 m² dan 2.400 m² di Kelurahan Babat Jerawat. Tanah milik Darmawan disebut dikelilingi oleh pembangunan perumahan Citraland dan juga dikuasai secara paksa.
Saat diminta menunjukkan bukti kepemilikan, CitraLand selalu berkelit dan berdalih bahwa semuanya sedang diproses di pengadilan. Namun, menurut pengamat, dalam beberapa kasus, CitraLand justru kalah di pengadilan.
> “Ini bukti kuat bahwa PT CitraLand bisa dikategorikan sebagai salah satu mafia tanah di Indonesia. Bahkan ada lurah yang diberhentikan hanya karena membela warga dalam kasus ini. Saya curiga Polsek Made di kawasan Citraland hanya menjadi semacam ‘centeng perusahaan’, bukan penegak hukum yang netral,” tambah Muslim Arbi.
Ia juga mempertanyakan mengapa Mabes Polri, Polda Jatim, dan Polres Surabaya belum melakukan tindakan berarti. Padahal, menurutnya, surat pengaduan sudah dilayangkan ke berbagai pejabat tinggi negara, termasuk Presiden, Kapolri, dan Menteri ATR/BPN.
> “Jika tidak ada penyelesaian, saya sarankan izin usaha PT CitraLand dibekukan sampai mereka menyelesaikan semua sengketa tanah dengan warga kecil,” tandas Muslim.
Polisi: Tempuh Jalur Hukum, Jangan Klaim Sepihak
Kapolsek Lakarsantri Kompol Dwi Heri S. menegaskan bahwa pihak kepolisian hanya bertugas menjaga keamanan dan tidak dapat membenarkan tindakan klaim sepihak. “Sepanjang tidak ada putusan pengadilan, jangan lakukan pemagaran atau tindakan fisik. Semua harus melalui jalur hukum,” ujarnya.
Kesimpulan:
Kasus ini menjadi gambaran nyata bagaimana hak-hak rakyat kecil bisa terabaikan dalam tarik-menarik kepentingan antara warga dan korporasi besar. Publik kini menanti keseriusan pemerintah pusat, khususnya Kementerian ATR/BPN dan Mabes Polri, untuk segera turun tangan menuntaskan persoalan ini dengan adil dan transparan.
Aa- Jatim.