Polri Bongkar Sindikat Penjualan BBM Subsidi dengan Barcode Palsu dan Surat Rekomendasi Fiktif
Jakarta – BUSERMEDIAINVESTIGASI.ID-Tim Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik ilegal penjualan solar bersubsidi menggunakan barcode palsu dan surat rekomendasi fiktif di dua wilayah berbeda, yaitu Tuban, Jawa Timur, dan Karawang, Jawa Barat.
Direktur Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, mengungkapkan bahwa pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan BBM subsidi.
Berdasarkan informasi tersebut, penyidik melakukan penyelidikan dan menangkap delapan tersangka yang diduga terlibat dalam praktik ilegal ini.
Untuk modus barcode palsu kami temukan di Tuban, sementara modus penggunaan surat rekomendasi terjadi di Karawang," ujar Brigjen Nunung dalam konferensi pers di Bareskrim Mabes Polri, Kamis (6/3).
Modus Operandi di Tuban
Di Tuban, tiga tersangka berinisial BC, K, dan J menggunakan satu unit kendaraan Isuzu Panther untuk mengambil solar subsidi secara berulang di SPBU.
Mereka memanfaatkan 45 barcode palsu yang berbeda agar bisa membeli solar dalam jumlah besar. BBM tersebut kemudian disimpan di gudang sebelum dijual kembali dengan harga lebih tinggi.
Kegiatan ini sudah berlangsung selama lima bulan dan menyebabkan kerugian negara yang signifikan," tambah Nunung.
Modus Operandi di Karawang
Sementara itu, di Karawang, lima tersangka berinisial LA, HB, S, AS, dan E menggunakan surat rekomendasi pembelian solar untuk petani dan warga desa.
Surat tersebut kemudian digunakan untuk mendapatkan barcode MyPertamina, yang dikumpulkan dan dipakai untuk membeli solar subsidi dalam jumlah besar.
Setelah dikumpulkan di sebuah gudang, BBM tersebut dijual kembali dengan harga lebih mahal dibandingkan harga subsidi. Modus ini telah berlangsung selama satu tahun.
Harga subsidi per liter Rp6.800, namun mereka menjualnya Rp8.600 per liter," ungkap Brigjen Nunung.
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian hingga Rp4,4 miliar.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Mereka terancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.
Kami mengimbau masyarakat untuk melaporkan jika menemukan indikasi penyalahgunaan BBM subsidi agar praktik ilegal ini bisa segera ditindak," tutup Nunung.